Fiqih wanita seputar hadast besar dan kecil bagi wanita
SANTRI NGOLAH PIKIR_ Fiqih wanita tentang hadast kecil dan hadast besar bagi wanita.
Hadas ialah suatu yang mewajibkan wudhu atau mandi.Yang mewajibkan wudhu namanya hadas kecil. Sedang yang mewajibkan mandi disebut hadas besar.
HARAM BAGI HADAS KECIL
Fiqih wanita tentang nifas pengertian nifas
Fiqih wanita tentang haid pengertian haid
Hal-hal yang diharamkan bagi hadas kecil (tidak punya wudhu) adalah :
1. Shalat.
Sama dengan shalat ialah sujud tilawahdan sujud syukur Juga haram dilakukan saat berhadas.
2. Menyentuh mushhaf. Mushhaf ialah sesuatu yang bertuliskan ayat al-Qur'an untuk dibaca.
Mazhab Maliki memperbolehkan orang haid ataupun nifas menyentuh / membawa al-Qur'an bila bertujuan belajar atau mengajar.
3. Membawa mushhaf.
Boleh membawa mushhaf yang disertai benda lain (termasuk juga mushhaf yang dijadikan satu dengan kitab-kitab yang lain dalam satu jilid) dengan niat tidak hanya membawa mushhaf. Boleh juga membawa tafsir al-Qur’an yang lebih banyak tafsirnya dari pada al-Qur’annya.
4. Thawaf di Baitullah.
HARAM BAGI HADAT BESAR
Kumpulan download kitab kuning makna pesantren dan terjemahannya pdf
Kumpulan teks pidato untuk lomba
Hal-hal yang diharamkan bagi hadas besara adalah:
1. Semua yang diharamkan bagi hadas kecil.
2. Membaca al-Qur’an dengan niat membaca al-Qur’an. Boleh membaca al-Qur’an (seluruhnya) dengan niat dzikir menurut pendapat yang kuat dari kalangan Syafi’iyah.
3. Berdiam di masjid, meskipun hanya sebentar. Masuk dan keluar masjid dari satu pintu sama dengan diam. Demikian juga ber-putar-putar di masjid.
HARAM BAGI HAID
Hal-hal yang diharamkan bagi haid adalah:
1. Semua yang diharamkan bagi hadas besar.
2. Berpuasa.
3. Masuk atau berjalan di masjid, bila kha-watir darahnya menetes.
4. Bersesuci dari hadas. Baik hadas besar, maupun hadas kecil. Karena dianggap main-main dengan melakukan ibadah yang sia-sia.
5. Jimak (bersetubuh).
6. Ditalak atau diceraikan. Ini haram bagi suami. Karena mengakibatkan panjangnya masa iddah.
Mentalak atau menjimak istri dalam keadaan haid termasuk dosa besar. Orang yang menghalalkan bersetubuh pada saat mana disepakati ulama (empat madzhab) sebagai darah haid hukumnya murtad.
Semua hal ini tetap haram (walaupun darahnya sudah bersih) jika belum bersesuci (mandi / tayamum). Kecuali:
1. Puasa. Misalnya jika darahnya bersih (suci) tengah malam. Dan tidak mandi hingga subuh. Jika sebelum terbit fajar ia niat puasa, maka puasanya sah.
2. Talak. Penyebab panjangnya masa iddah sudah tidak ada.
3. Lewat di masjid. Karena tidak adanya ke-khawatiran darahnya mengotori masjid.
4. Bersuci dari hadas.
5. Jima menurut sebagian ulama.Menurut Imam Ghazali, jimak dalam keadaan belum suci mengakibatkan penyakit kusta.
SUNAH
Wanita yang telah bersih dari haid, setelah bersesuci sunnah mu’akkadah (sangat sunnah) memberi wewangian pada kemaluannya bagian luar.Kecuali sedang berpuasa atau ihram. Sebab orang yang berpuasa itu makruh memakai wewangian. Sedang orang ihram haram memakai wewangian.
Banyak wanita bertanya, “Bagaimana
hukumnya pada saat haid bersisir sehingga rambutnya rontok?”
Penjelasannya sbb.:
Imam Ghazali menganjurkan kepada mereka yang sedang berhadas besar (junub, haid, nifas dsb.) untuk tidak memotong bagian dari tubuhnya (kuku, rambut, dsb) sampai dia mensucikan diri. Karena segala anggota tubuh yang terlepas tersebut kelak pada hari kiamat akan kembali dalam keadaan berhadas (kotor).
Akan tetapi hal ini masih dipertanyakan oleh sebagian ulama, mengingat anggota tubuh yang kembali lagi kelak di hari kiamat itu adalah anggota tubuh yang ada ketika ia meninggal. Jadi bukan anggota tubuh yang terlepas di kala hidupnya.
Konsekwensi hukum dari pendapat ImamGhazali di atas itu, adalah sunnah. Di samping dalilnya yang masih dipertanyakan. Lain dari itu masalah ini juga berkaitan erat dengan upaya menggembirakan suami.
Sebagaimana kita maklum bahwa meng-gembirakan suami hukumnya wajib dengan dalil yang sangat jelas. Pertanyaannya adalah, “Apakah suami akan gembira bila melihat istrinya awut-awutan tidak bersisir?” tentu jawabnya tidak gembira. Oleh karena itu bersisir hukumnya wajib.
Imam Syabramallisi menyatakan bahwa
anjuran Imam Ghazali untuk tidak memotong rambut dan kuku di kala haid ini menunjukan bahwa kuku atau rambut yang terpotong dikala haid tidak bisa suci dengan dibasuh (dimandikan) setelahnya. Artinya memandikan rambut tersebut merupakan pekerjaan yang sia-sia.
Perlu diperhatikan, bahwa rambut atau kuku wanita walau sudah terlepas dari tubuhnya adalah aurat. Oleh karena itu rambut atau kuku yang terpotong wajib dipendam atau dibuang ke tempat yang tersebunyi agar tidak terlihat lelaki lain.
PERBEDAAN HUKUM ANTARA HAID DENGAN NIFAS
Semua hukum yang berlaku pada haid, juga berlaku pada nifas. Kecuali dalam 4 hal:
1. Balig. Nifas bukan tanda balig. Karena balig bisa diketahui dengan kehamilan yang terjadi sebelumnya.
2. Iddah. Nifas tidak menjadi standar iddah.
3. Ila’. Nifas tidak termasuk hitungan dalam sumpah ila’.
4. Nifas dapat memutus berturut-turutnya puasa kaffarat menurut salah satu dari dua pendapat.
Selain empat hal ini, antara haid dan nifas sama dalam segala aspek hukum.
MANDI WILADAH
Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa dalam keadaan haid atau nifas dilarang mandi hadas, ataupun wudlu. Bukankah wanita yang melahirkan wajib mandi wiladah? Mandi wiladah tidak boleh dilaksanakan dalam keadaan nifas. Mandi wiladah dilaksanakan bersamaan dengan mandi nifasnya. Niatnya
boleh pilih antara:
Niat menghilangkan hadas besar atau
Niat menghilangkan hadasnya wiladah,
atau
Niat menghilangkan hadasnya nifas.
Ini sama dengan wanita yang saat hamil “kumpul” dengan suami. Belum sempat mandi, ia haid hingga melahirkan lalu nifas. Maka kelak cukup mandi sekali dengan niat “mandi menghilangkan hadas besar”.(Al-Majmu’ Syarh al-Muhadz-dzab, 2/519=520)
Bila mendapati hal yang kurang di pahami berhubungan dengan penjelasan di atas,bertanyalah kepada guru atau orang yang ahli dalam ilmu fiqih.
Semoga bermanfaat dan terimakasih atas kunjungannya.
Post a Comment for "Fiqih wanita seputar hadast besar dan kecil bagi wanita"